Hei, Dim
Hei, Dim - ! Diary Khansa: Kalau kamu belum mengerti metamorfosis, kamu harus
berkenalan dengan lelaki satu ini, Adimas Immanuel. Dimas, begitu ia biasa
disapa. Seorang lelaki jenaka yang selalu memiliki makna dalam setiap
kata-katanya. Aku selalu meledek kumisnya yang menurutku awur-awuran. Namun,
hal itu tidak pernah membuat percaya dirinya berkurang.
Dia adalah seorang teman yang baru kukenal satu bulan
belakangan. Belum lama memang, tapi itu sudah membubuhkan goresan baru dalam
catatan hidupku. Impresi pertama mengatakan dia adalah orang yang ceria dibalik
wajah seriusnya. Dan ternyata, itu benar, setidaknya buatku. Aku sempat takut
melihat kumisnya. Sampai akhirnya, kumis itu tampak lucu ketika ia tertawa.
Belum lagi ia sempat memamerkan foto-fotonya terdahulu, saat gaya emo sangat populer di kalangan kawula
muda.
Aku masih mengingat beberapa momen yang aku lewati bersama
Dimas. Pertemuan di JBF 2014, Dimas mengenakan setelan kemeja lengan panjang
dan celana kain lengkap dengan sepatu pantofel hitam. Selanjutnya, pertemuan di
kantor tentunya. Saat makan siang, kami menyantap ayam bakar di dekat kantor
bersama Syafial, Edo, dan Om Em. Saat seorang penulis bernama Dara Prayoga
datang ke kantor, Dimas tampak serius dengan laptopnya duduk di kursi kayu. Saat
pembuatan video arisan buku terakhir, aku, Dimas, Any, Bayu, dan Edo nampang di
video tersebut. Dan yang paling aku ingat adalah ketika Dimas membacakan puisi
sahabatnya di sebuah acara malam itu. Oh ya, ada lagi, sih, yang kuingat, saat
Dimas menunggu Edo dini hari karena ia dijanjikan untuk berangkat ke Bandung
saat sahur. Dia seperti anak hilang yang sudah siap-siap meringkuk di pos
ronda. Hihi.
Sebagai sesama ‘tamu’ di Jakarta, aku selalu merasa dia
senasib denganku. Aku merasakan hal yang sama, aku belum menjadikan Jakarta sebagai
rumah. Belum lagi, sifat tidak enakannya yang kadang kupikir persis denganku.
Aku selalu merasa sungkan ketika merepotkan seseorang di Jakarta. Ah, hanya
mirip, belum tentu sama.
Dimas memang sering berbagi soal kehidupan. Bukan soal
pribadi, tapi lebih pada bagaimana ia memandang hidup. Darinya, aku belajar
perspektif lain. Kecerdasan dalam kesederhanaan. Seringkali, seseorang merasa
atau dianggap cerdas ketika ia mengetahui banyak hal baru nan kekinian. Namun,
dari Dimas aku memahami, bahwa hal-hal kecil yang sering kita lewati sehari-hari
pun bisa menjadi ilmu lagi pengetahuan.
Dimas mencintai puisi. Ah, lebih tepatnya, ia mencintai
seni. Hanya saja, kemampuan bermusiknya terbatas. Oleh karena itu, dia lebih
sering terlihat menjadi atlet puisi, memainkan kata-kata dan menjadikannya
barisan penuh makna. Lewat dua buku, ia sedikit banyak berbagi antologi puisi.
![]() |
Buku solo pertama seorang Adimas Immanuel |
Hei, Dim, Aku belum bisa mendoakanmu dengan apa-apa yang kamu
inginkan. Ya, kita belum lama saling mengenal. Kita belum pernah bercerita
tentang impian. Kita belum pernah meributkan soal masa depan. Maaf, sedikit
sekali yang aku tahu tentangmu.
Hei, Dim, maafin aku, ya, kalau saja, selama satu bulan ini
memiliki kesalahan-kesalahan. Kamu cukup berbesar hati, kan, memaafkannya?
Hei, Dim, setiap pertemuan, pasti ada perpisahan. Kelak, ketika
kita tidak lagi berteduh di satu tempat, aku harap, kamu masih mengingatku
sebagai teman. Tidak, aku tidak muluk-muluk ingin dikenang. Hanya ingin diingat
saja, kali-kali kamu mendengar atau melihat tentangku.
Hei, Dim, aku hanya bisa mengingatkan. Teguh dan terus pegang
prinsip hidupmu. Hidup di Jakarta memang keras. Dan akan menjadi lebih keras
ketika kamu tidak memiliki pegangan hidup dalam berjuang di sini.
Hei, Dim, apapun yang kamu inginkan, aku hanya bisa berharap,
semoga kamu mendapat apa-apa yang terbaik untukmu. Tuhan tidak pernah salah
memberi atau mengambil. Selalu menjadi Dimas yang menyenangkan, ya.
Tulisanku memang sederhana, ini satu-satunya cara untuk aku
mengungkap rasa. Ya, aku tidak pintar berbicara. Selamat menua, teman. Selamat
berbahagia, hari ini, esok, dan seterusnya.
_______________________________________________________________________________
Untuk : @adimasnuel
3 comments
Gua kira cowo baru lu, Fun...ternyata...hahaha
ReplyDeleteaku yang dulu bukanlah yang sekarang~~ *nyanyi*
DeleteSo sweet, kak :)
ReplyDeleteBtw, lama gag kunjung ke sini, blog dan authornya metamorfosis ya, jadi pangling :3