Terima Kasih Sonya Depari
“Oh oke, mau dibawa? Siap-siap kena sanksi turun jabatan ya. Aku juga punya deking! Oke Bu ya, aku nggak main-main ya. Kutandai Ibu ya. Aku anak Arman Depari!”
Rekaman video tersebut diulang-ulang dalam berbagai siaran
berita. Bukan itu saja, ratusan ribu jiwa memutarnya berkali-kali di video streaming. Banyaknya pengabadian
momen “kutandai ya” dalam meme-meme yang viral, segera merebak layaknya virus
H5N1.
Sonya Depari harus menanggung akibat sikapnya yang dianggap
tidak beretika karena membentak seorang Polwan dan mengaku-ngaku sebagai anak
Deputi BNN, Arman Depari saat akan ditilang. Ayahnya pun meninggal tak lama
pemberitaan tentang Sonya Depari hadir bertubi-tubi di media. Namun, entah apa
yang membuat Sonya Depari menjadi pantas untuk di-bully sebegitunya. Arogansi? Kebohongan? Attitude minus sebagai pelajar? Adakah hakim terpantas untuk mengadili
karakter manusia?
Berkat media sosial, mudah sekali membuat manusia menjadi
sebuah objek yang berhak “ditelanjangi” siapa saja. Tidak ada lagi dinding pembatas,
secara real-time kita bisa berubah
sebagai si paling tau tentang orang lain. Sampai ada statement yang mengatakan kalau Sonya Depari adalah contoh anak
salah asuhan. Duh, duh, duh, semudah itu ya, menyimpulkan histori hidup
seseorang.
![]() |
Terima kasih Sonya Depari |
Andai Sonya Depari adalah kita, sanggupkah mengangkat kepala
melihat dunia?
Hei hei, kasus bunuh diri akibat bullying, apa harus menambah daftar lagi?
Terlambat, jika harus berseru kepada khalayak untuk berhenti
mem-bully Sonya Depari. Gue hanya
menuangkan penyederhanaan masalah ini yang ada dalam kepala gue sendiri.
Bukankah banyak ya, di antara kita yang sengaja memasang stiker-stiker tertentu
agar “tak mudah ditilang” saat berkendara? Bukankah ada saja yang memakai jaket
dengan motif dan warna seperti anggota kesatuan yang tak perlu disebut namanya
agar memiliki wibawa di jalanan? Bukankah itu juga suatu bentuk kepura-puraan
untuk menakut-nakuti sebagian pihak?
Di luar memperdebatkan Sonya Depari dan kesalahannya, gue
jauh nggak habis akal dengan pengunggah video potongan ucapan gadis 18 tahun
tersebut. Kebijaksanaannya pun ada di ujung jari. Secara naluriah, kita punya
kebutuhan untuk merasa benar. Akan tetapi, ada baiknya tidak meluapkan itu pada
kesalahan orang lain. Toh, kita nggak mendapat keuntungan apa pun selain rasa…,
puas. Rasa puas yang aneh dan cenderung menjijikkan.
Terima kasih Sonya Depari, pelajaran dari lo sangat berarti
buat kami. Harus ekstra hati-hati dalam berkata dan berucap sebab ada CCTV di
manapun yang siap menjadi bukti ataupun kesaksian. Terima kasih Sonya Depari,
berkat lo, gue kembali diingatkan pergeseran budaya bisa jadi sangat berbahaya
jika kita tidak cerdas menyikapinya.
47 comments
dijaman seperti ini emang menuntut kita untuk lebih hati2 dlm bertindak dan berucap karena teknologi juga makin canggih ya, kak ^^
ReplyDeletePada dasarnya hidup memang konon harus berhati-hati. Namun, sekarang harus "ekstra" kali ya.
DeleteWalau aku gak kenal (alias baru tau siapa Sonya kemaren pas siap UN), tapi bisa dibilang aku masih gak terima Sonya "diginiin". Apalagi pasti dampaknya bakal fatal. Well, memang aku gak ada belain Sonya, kubilang Sonya juga salah, tapi apa harus kesalahan selalu dijudge dan dipublikasikan ke massa hanya demi berlembar uang merah muda? Menurutku, Sonya itu peluang terambilnya kejadian tragis tindakan " lebay" massa dari banyaknya kejahatan yang tak tertangkap kamera. Coba siapa pun yang kumaksud (halah, gausah sebut merk, pada pinter semua kan?) lain kali kalau mau bertindak coba dipikirkan kedepannya kaya gimana, dan dampaknya seperti apa, dan kalau perbuatan itu dilakukan kepada diri kita kira-kira apa yang bakal terjadi. Tapi, entahlah. Bahkan mungkin ada nih yang nganggap kalau komen aku: Halah, dia kan masih bocah juga, baru aja siap UN. Dia belain Sonya karena mungkin dia kemaren "kaya gitu" juga. Terserah sajalah, ya.
ReplyDeleteSangat disayangkan memang. Secara nggak langsung, masyarakat merenggut masa depannya dia. Tapi, banyak juga yang bakal komentar sinis, "Ya itu risiko dia."
DeleteHmm, kalau dibalikin ke diri sendiri, misalnya itu keluarga kita, gimana coba?
apa yang terjadi pada sonya depari patutnya sih kita juga harus bisa menjaga etika dan sikap, ketika mengetahui dia juga merupakan seorang model, aku kaget melihat sikap nya seperti itu.
ReplyDeleteShok kali ahh!
tapi jika kita melihat dari sudut pandang lain sonya juga merupakan salah dia tapi juga media membesar besarkannya, seolah klo ini ku post sepertinya akan menjadi trending topik yaa
Iya, jadi semacam "senang di atas penderitaan orang lain" gitu. :(
DeleteYup, setuju mbak, dari kasus sonya ini bisa jadi pembelajaran buat kita, karena semua orang di era sekarang bisa jadi reporter dan mengunggah hal2 yg baik dan buruk dengan mudah di jejaring sosial media.
ReplyDeleteG bela siapa2 sih, sonya salah karena tidak memiliki etika dan tata krama yg baik, netizen yg mengecam tindakan sonya pun salah, mereka serasa Tuhan yg paling benar.
Setuju. Kalau kita bisa melihat lebih jauh, ini memang bisa saja sudah terjadi di mana-mana. Mungkin Sonya adalah bola yang naik ke permukaan.
DeleteCuma satu kalimat buat a whole tulisan: oh iya juga ya.
ReplyDeleteFiraaaa jangan jujur-jujur amat! Hahahaha. Sok-sok analisis gitu, kek. :p
Deletesepertinya banyak masyarakat kita yg blm bisa bijak menggunakan tekhnologi,
ReplyDeletetapi bagaimanapun jg....kita mmg hrs menjaga sikap dan ucapan....
Iya, Mbak Avy. Gimanapun Tuhan selalu melihat umat-Nya, kan?
DeleteSaya suka artikel ini karena membahas kasus sonya dari sudut pandang lain.
ReplyDeleteIntinya kita harus menjaga sikap etika dan tata krama..
Apalagi sebenarnya nilai-nilai luhur seperti itu sudah ditanamkan sejak bangku SD.
DeleteBerat juga ya, mengingat sekarang generasi muda dekat dengan gadget ditambah lagi banyak kekosongan dalam diri karena mereka kebanyakan tugas di sekolah. Ditekan sedemikian rupa bikin anak jadi mudah emosian. Sonya hanya salah satu yang tampak karena sempat kerekam, di luar banyak yang lebih parah dari Sonya. Tapi ya, balik lagi ke seberapa penting sebenarnya efek dari pemberitaan ttg Sonya yang menentang Polwan ini. Duh, dilema. :(
ReplyDeleteKita juga nggak tau life history seorang Sonya Depari. Bagaimana ia dididik di lingkungannya. Seperti apa teman-temannya. Dan mengkambinghitamkan seseorang memang mudah sih, Mbak. Balik ke masyarakat harus bijak dalam memfilter informasi.
DeleteYah...ini sebuah pelajaran berharga agar bijak bertutur kata, bersikap dan bertindak
ReplyDeleteYaaap, selalu ada pelajaran dalam setiap peristiwa di kehidupan.
DeleteDi kota gue juga ada yang kayak sonya. Lebih parah malah. Untung dia nggak direkam, dan nggak diangkat ke media sosial, jadi dia masih aman. Mangkanya, kita harus pandai menjaga sikap di era yang serba canggih ini :)
ReplyDeleteNaaaah itu.
DeleteBisa aja yang kayak gini ada di sekitar kita. Positifnya adalah mereka dan kita bisa sama-sama diingatkan kembali bahwa mulutmu harimaumu sehingga mencegah melakukan hal yang serupa.
Setuju banget sama conclusion nya. Kita tetep harus hati hati berucap dan bertindak ama siapa saja dan dimana saja. CCTV everywhere jon !! Huhu
ReplyDeleteHarus bisa lebih mawas diri lagi. :)
DeleteSetuju sama argumenmu mbak..
ReplyDeleteTerima kasih. ^^
Deleteyup apa yang dilakukan Sonya memang salah, tapi kita juga gak sepatutnya membully dia, karena itu memncerminkan juga masarakat kita yang hampir suka melanggar lalu lintas dan kalau tertangkap bisanya ngeles. Ngeles itu ciri masarakat sekarang deh, aad saja alasan kalau melanggar aturan. masing2 kita perlu intropeksi diri
ReplyDeleteCerminan generasi sekarang. Salah satu faktornya tentu imperialisme budaya. Semoga menjadi bekal masyarakat untuk lebih cerdas nantinya.
DeletePergeseran budaya yang berbahaya.... Bener banget. Mesti hati-hati, karena semakin gampang akses orang untuk membully.
ReplyDeleteKeberanian yang semakin tak tau aturan, sih, ya. Jadi sering lepas kontrol gitu, Kak.
DeleteBiar bagaimanapun inilah zaman kita, gak bisa di pungkiri kalau dampak internet itu yaa seperti ini, hrus ada yg menjadi "tumbal" utk mnjadi seorang figur di internet, baik dari segi positif dan negatif..bkn cuma sonya depari yg pnya kasus sperti ini, di internet yg mempublish video keburukan orang lain banyak., buaanyaaaaak...
ReplyDeleteSekarang tinggal kita menyikapinyaa
Hati2 dlm berbuat dan berbicara mengingat ini bukan zaman dulu :)
Lebih gampang mengingat "terburuk" daripada yang "terbaik". Sedih sebenernya, tapi mau gimana lagi.
DeleteTutur kata dan sopan santun adalah kunci kehidupan. Mau zaman dulu atau zaman sekarang, tetap saja kedua hal itu menjadi acuan. Bukan publisitas, tp nanti juga akan merasakan efeknya.
ReplyDeleteAduuh saya ngomong apa sih haha.
Intinya, jangan membenarkan perbuatan yang salah. Jaga perilaku dan tutur kata.
Karena yang salah adalah salah dan benar adalah benar. Kembali pada kita dalam menyaring informasi dan mengeluarkan kata maupun tindakan. Setuju!
DeleteWah memang harus berhati-hati karena banyak kamera di depan mata
ReplyDeleteKalo nggak kuat, lambaikan tangan, Mas!
DeleteYang belum liat video Sonya Depari di tilang sama polisi, ku tandi kau ya!
ReplyDeleteHmm kata-kata itu jadi booming dan banyak yang menjadikan meme =D
Sangkin booming-nya, kalo bercanda di real-life banyak yang pake statement itu.
DeleteLucu, tapi miris.
masyarakat sekarang mmg jd lebih mudah main hakim dan ngejudge
ReplyDeleteSoalnya, informasinya lebih mudah didapat maupun disebarkan.
Deletewah sonya ternyata cantik uga di foto sih hehe tau deh aslinya hehe.. betewe kita kudu makin hati" juga nih
ReplyDeleteIya, fotogenik. Dia juga kan, model.
Deletesosmed emang jadi hakim di era digital seperti saat ini. Waspadalah dimanapun berada atas ucapan, tindakan dan gerak langkah kita. Karena bisa blunder dan berdampak buat kita bahkan orang banyak..
ReplyDeleteNice post..
Terima kasih Mas Bambang.
Deletedan yang paling penting intinya adalah "jangan tiru adegan ini". :)
ReplyDeleteBerasa Smackdown ya #eh
DeleteSebetulnya tanpa kasus Sonya Depari inipun kita sebagai manusia harus waspada dan eling, karena CCTV Tuhan lebih canggih daripada CCTV netizen itu sendiri.
ReplyDeletehmmm,setuju..
ReplyDeletenumpang ngoceh dikit ya, unek-unek saya. hehe
Banyak media yang kerjaannya cuma "nyari-nyari keburukan" orang aja untuk kepentingan pribadi. Entah itu demi rating youtubenya, blog, atau apalah yang ujung2nya pasti dollar. Ditulis se-persuasif mungkin, sampe orang-orang yang ga tau apa2 pun jadi ikut-ikutan benci ama sonya depari. Bahkan banyak orang2 ikut2an jadi relawan buat nyebar gossip itu, ga dibayar! haha
Well, sampai pada menit akhir video tersebut, menurut saya disinilah "hutang" sonya depari terbayar lunas. Tapi.. sampai kapan waktu (yang tidak dapat ditentukan) gossip ini tersebar, maka sampai saat itulah si "biang gossip" (media atau perorangan) punya dosa ama sonya depari.. ngerih gak?
fyi: sampai sekarang (kayaknya seumur hidup deh) media gossip masih punya peluang besar menghasilkan uang loh. Silahkan dicoba deh.
Saya sih takut, takut dosanya. Takut nanti dituntut di akhirat, dan ga bisa jawab apa2..
Oh I know this story..
ReplyDeleteMungkin lebih baik pulang daripada gak diakui sama anak sendiri. Mungkin...
Kamu tau apa yang paling menyedihkan dari seseorang yang jelas2 melakukan kesalahan tapi tidak mau disalahkan? Tetap keras kepala membela diri dan playing victim and then start to post quotes like "Haters gonna hate" or "Let them hate you, bla bla bla..."
I guess some people have no idea that the more they say anything as a self defense, the more they make themselves look really stupid as heck. Just saying...